Home > Opini si tirta priambadha > Refleksi Kemerdekaan, Apakah Indonesia Sudah Merdeka?

Refleksi Kemerdekaan, Apakah Indonesia Sudah Merdeka?

Apakah Indonesia sudah merdeka? Secara de facto dan de jure, jelas, Indonesia sudah merdeka. Dan seperti kita ketahui bersama kemerdekaan tersebut telah diproklamirkan sejak 17 Agustus 1945 silam. Tapi bagaimanakah nasib kemerdekaan tersebut? Marilah kita tengok kenyataan di  lapangan terlebih dahulu sebelum kita menjawab pertanyaan mengenai kemerdekaan Indonesia tersebut.

Kemerdekaan tidak dapat diperoleh tanpa adanya nasionalisme. Dan kebanyakan orang senantiasa menganggap nasionalisme identik dengan upacara bendera, konservatif memang, namun masih banyak orang yang membenarkan hal itu. Kita bersama-sama bertanya, memangnya ada berapa perguruan tinggi di negeri ini yang mewajibkan upacara bendera bagi mahasiswanya di hari- hari penting nasional ?. Perguruan tinggi yang konon dihuni oleh kaum intelektual bangsa, justru sering melewatkan hari- hari bersejarah tanpa melakukan hal yang berarti. Di saat para petani meluangkan waktu kerjanya untuk turut menghormat pada Merah Putih di sawah mereka masing- masing, di saat para penyelam kewalahan membawa regulator untuk membuktikan pada dunia akan nasionalisme mereka melalui pemecahan rekor upacara bawah laut dalam rangkaian acara Sail Bunaken, bahkan saat segenap satwa penghuni kebun binatang Prigen turut serta dalam upacara hari kemerdekaan Indonesia, saya jamin, kebanyakan mahasiswa Indonesia hanya menyaksikan dari balik layar kaca, ironis. Mungkin ada beberapa yang mengikuti upacara di Istana Negara. Tapi pasti jumlahnya tak sebanding dengan saat kita (mahasiswa) melakukan aksi di tempat yang sama.

Ingatkah teman- teman pada hari ulang tahun keluarga, sahabat, atau pacar? Apa yang teman- teman lakukan untuk memperingatinya? Mengucapkan selamat melalui telepon ataupun sms pukul 00.00? Membeli kartu yang spesial agar bisa diingat selalu? Atau bahkan rela menyisihkan uang makan bulanan untuk membeli bingkisan? Tapi apa yang kita lakukan untuk memperingati ulang tahun kemerdekaan negara kita? Kita tidak perlu menyisihkan uang makan, kita tidak perlu berkeliling kota untuk mencari kartu ucapan istimewa, bahkan kita tidak perlu bangun pukul 00.00 untuk menelepon atau mengirimkan sms. Kita hanya perlu sedikit mendongak menghormat pada Merah Putih, menundukkan kepala untuk mengheningkan cipta, sedikit membuka mulut untuk mengucapkan Pancasila, dan merelakan telinga kita sejenak untuk mendengarkan Pembukaan  UUD 1945 dan teks Proklamasi.

Kenyataan selanjutnya mengenai kemerdekaan yang berawal dari nasionalisme adalah bahwa nasionalisme juga identik dengan sejarah. Sejarah mengacu pada keadaan di masa lalu yang tua dan usang. Sesuatu yang usang dan bersejarah biasanya diabadikan di museum. Kembali  saya mengajukan pertanyaan, ke mana kita (mahasiswa) menghabiskan akhir pekan? Nonton di Galaxy? Sedikit olahraga di Waterpark? Jajan di alun- alun kota? Berjemur di Kenjeran?. Bagi yang memilih untuk berkunjung ke museum, harap angkat tangan tinggi-  tinggi. Ada berapa mahasiswa yang Indonesia yang mengenal Museum Nasional yang konon koleksinya terlengkap di Asia Tenggara?.

Sebuah fakta menarik harian KOMPAS bulan Agustus 2004: jumlah pengunjung Museum Bahari sebagai museum penting di Jakarta menurun drastis 30 persen yaitu 5000 pengunjung dari 7500 di tahun 2003. Dan seperti mudah ditebak, pasar pengunjung terbesar adalah siswa Sekolah Dasar yang atas “perintah” bapak dan ibu guru, selebihnya turis asing. Sungguh nyata bagaimana minimnya keingintahuan mahasiswa terhadap sejarah.

Dalam hal ini kita perlu belajar banyak dari Museum Tate di London. Tate merupakan museum modern dengan kunjungan terbesar di dunia. Dalam dua tahun, pengunjungya meningkat dari 2,5 juta menjadi 7,5 juta. Hanya sebagai informasi tambahan, Tate memiliki empat galeri, yaitu Tate Britain, Tate Liverpool, Tate St. Ives, dan Tate Modern. (Henricus Kusbiantoro, MFA 2005)

Lalu apa hubungan museum dengan kemerdekaan? Di museum kita dapat melihat dan mendengar hal- hal penting mengenai perjuangan dalam meraih kemerdekaan. Dengan kilas balik tersebut, sedikit banyak akan memotivasi kita untuk selalu berusaha memberi lebih dan lebih kepada bangsa dan negara. Bayangkan apa yang akan terjadi bila seluruh mahasiswa Indonesia melakukan hal yang serupa. Imajinasikan sendiri dan jangan segan- segan untuk memvisualisasikannya.

Belakangan ini juga terjadi permasalahan yang sebenarnya sudah sering terjadi, yaitu masalah dengan negara yang mengaku serumpun dengan kita. Malaysia sudah lama menjadi sebuah “bisul” bagi Indonesia. Mereka selalu mencari tempat yang tepat untuk menggangu Indonesia, mereka masuk ke situ tanpa memperhatikan tubuh yang diserangnya. Karena bisul itu harus tampil lebih cantik dari sebelumya untuk mendapatkan perhatian dari dunia luar. Indonesia sebagai tubuh seakan tidak bisa berbuat apa-apa, jika bisul itu dibiarkan maka tubuh ini lama kelamaan juga akan terlihat menjijikan. Tetapi jika menekan secara keras bisul itu, tubuh ini seakan takut mengeluarkan sedikit darah untuk menghilangkan bisul itu.

Ingin sampai kapan tubuh Indonesia kita yang sudah 65 tahun merdeka ini terus-terusan ditumbuhi bisul ?. Jika hal ini terus dibiarkan, maka bukan hal yang mustahil apabila tubuh kita ini juga akan mengundang bisul-bisul lain. Tunjukkan supremasi negara kita, negara kita kuat, tidak lemah seperti anggapan banyak orang. Sebagai mahasiswa jelas saya sama sekali tidak merasa berguna. Saya hanya bisa menulis sebuah tulisan tanpa bisa melakukan  sesuatu yang nyata untuk mengatasi masalah ini. Tetapi yakinlah, perasaan sakit ini sudah tertanam di tubuh-tubuh mahasiswa.

Tugas kita sekarang ialah belajar dan beraksi sesuai dengan kemampuan kita, agar kelak kita bisa melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang negarawan. Pada saat kita duduk di tampat yang tepat, rubahlah Indonesia yang mempunyai segudang masalah, tunjukkan pada dunia bahwa Indonesia sudah merdeka dan dengan kemerdekaan itulah kita maju sebagai pejuang di  masa depan.

Kemerdekaan tidak hanya mengenai hak apa saja yang kita peroleh setelah  merdeka, tapi juga mengenai kewajiban yang harus kita lakukan untuk mengisi kemerdekaan tersebut. Jika teman- teman mengatakan bahwa kemerdekaan yang diperoleh Indonesia bukanlah merupakan “hadiah” dari Belanda apalagi Jepang, hal itu benar sekali, karena kemerdekaan itu adalah “hadiah” dari nenek moyang kita. Kita boleh saja bangga terhadap “hadiah” tersebut, tapi jangan sampai hal tersebut membuat kita “lupa daratan”. Lalu bagaimana sebaiknya kita memandang status bangsa kita ini? Pandanglah bahwa Indonesia belum merdeka supaya timbul semangat untuk menjalankan kewajiban kita yaitu memajukan bangsa. Dan pandanglah bahwa Indonesia ini sudah merdeka agar kita selalu membela apa yang telah menjadi hak milik kita. Jadi, saya menyimpulkan bahwa jawaban dari apakah Indonesia telah merdeka? adalah relatif. Tergantung dari mana dan siapa yang memandangnya. Mengutip dari perkataan Hanung Bramantyo bahwa kemerdekaan itu adalah tentang bagaimana kita merasakannya(faktor internal) bukan bagaimana status yang kita peroleh (faktor eksternal).

Tirta Priambadha, 13 Agustus 2010

  1. No comments yet.
  1. No trackbacks yet.

Leave a comment